Kamis, 25 April 2013

Teknik Pemeriksaan (bagian 3)



1.      permintaan keterangan atau bukti
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dan penagihan pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan atau bukti kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak.
Pihak ketiga yang dimaksud adalah:
-         Bank,
-         akuntan publik,
-         notaris,
-         konsultan pajak,
-         kantor administrasi,
-         konsultan hukum,
-         konsultan keuangan,
-         pelanggan,
-         pemasok,
-         dan/atau pihak ketiga lainnya
yang memiliki data dan informasi yang ada hubungannya dengan tindakan Wajib Pajak, pekerjaan, kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas Wajib Pajak.
Jika pihak ketiga yang dimaksud diatas terikat kewajiban merahasiakan, maka untuk keperluan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dan penagihan pajak, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, berdasarkan permintaan tertulis dari:
a.       Direktur Jenderal Pajak atau Penyidik; atau
b.      Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia dalam hal keterangan atau bukti yang diminta terikat kerahasiaan sebagaimana diatur dalam UU Perbankan.
Permintaan keterangan atau bukti tertulis oleh Dirjen Pajak, Penyidik atau Menteri Keuangan paling tidak harus memuat:
a.       identitas Wajib Pajak;
b.      keterangan dan/atau bukti yang diminta; dan
c.       maksud dilakukannya permintaan keterangan dan/atau bukti.
Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan Lapangan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis, dengan menggunakan Surat Permintaan Keterangan atau Bukti.
Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Surat Permintaan Keterangan atau Bukti atau surat izin dari pihak yang berwenang.
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan I.
Apabila Surat Peringatan I tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan II.
Apabila Surat Peringatan II juga tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak Ketiga yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Apabila permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak Ketiga, pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP dapat dipidana sesuai ketentuan Pasal 41A Undang-Undang KUP.
(PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 34/PJ/2011)

2.      konfirmasi
Konfirmasi adalah kegiatan untuk memperoleh penegasan atas kebenaran dan kelengkapan data dan/atau informasi yang telah dimiliki kepada pihak lain yang terkait suatu transaksi yang dilakukan Wajib Pajak.
Konfirmasi yang digunakan dalam pemeriksaan dilakukan dengan meminta pihak lain tersebut untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan, baik ada ataupun tidak ada. Konfirmasi ini dapat dilakukan dengan
mencantumkan maupun mengosongkan data dan/atau informasi yang dikonfirmasi.
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh:
a.         tentukan data dan/atau informasi yang akan dikonfirmasi;
b.         tentukan pihak-pihak yang akan dimintai konfirmasi;
c.         buat surat konfirmasi dengan mencantumkan data dan/atau informasi yang akan ditanyakan dan minta pihak ketiga untuk menjawab; atau kosongkan data dan/atau informasi yang akan ditanyakan (blank form) dan minta pihak ketiga untuk mengisi jumlah tersebut;
d.        lakukan exchange of information (EoI) untuk data dan/atau informasi yang berkaitan dengan pihaklain di luar negeri;
e.         dan sebagainya.

3.      Inspeksi
Inspeksi adalah kegiatan peninjauan secara langsung ke tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, dan/atau tempat lainnya.
 Teknik ini digunakan untuk mendapatkan keyakinan dan informasi yang lebih lengkap atas data keuangan
dan/atau non keuangan seperti proses bisnis atau proses produksi Wajib Pajak yang valid dan relevan
sesuai kondisi terkini yang dilakukan dengan cara meninjau langsung ke kantor, tempat usaha, tempat
produksi, pusat pengolahan data, atau tempat lain dimana suatu data dan/atau informasi tersebut berada.
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh:
 a. tentukan data dan/atau informasi yang akan diyakini;
 b. tentukan tempat dimana data dan/atau informasi tersebut berada;
 c. tentukan waktu pelaksanaan inspeksi;
 d. dan sebagainya.

4.      pengujian kebenaran fisik
Pengujian kebenaran fisik adalah pengujian yang dilakukan untuk meyakini keberadaan, kuantitas, dan kondisi aktiva yang dilaporkan Wajib Pajak, misalnya persediaan dan aktiva tetap.
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh:
a.         tentukan aktiva yang akan dilakukan pengujian kebenaran fisik;
b.         buat checklist aktiva;
c.         tentukan lokasi aktiva yang akan diuji fisik;
d.        cek keberadaan dan kuantitas aktiva yang ada dalam checklist dan tuangkan dalam berita acara penghitungan fisik;
e.         dokumentasikan dalam bentuk foto dan dengan seizin Wajib Pajak dalam hal diperlukan;
f.          dan sebagainya.

5.      pengujian kebenaran penghitungan matematis
Pengujian kebenaran penghitungan matematis adalah pengujian yang dilakukan untuk meyakini kebenaran penghitungan matematis, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian atas objek yang diperiksa.
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh:
a.              pelajari kebijakan akuntansi Wajib Pajak;
b.             teliti dokumen pendukung penghitungan;
c.              teliti metode penghitungan yang digunakan oleh Wajib Pajak;
d.             uji kebenaran penghitungannya;
e.              dan sebagainya.
6.      Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab yang dilakukan untuk memperoleh keterangan yang lebih lengkap mengenai hal-hal terkait dengan pos-pos yang diperiksa dan/atau untuk mengumpulkan data dan/atau informasi lain yang diperlukan dalam pemeriksaan baik dengan Wajib Pajak maupun dengan pihak lain.
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh :
a.              tentukan keterangan, data, dan/atau informasi yang dibutuhkan;
b.             tentukan pihak-pihak yang dapat menyediakan;
c.              buat daftar pertanyaan sebelum dilakukan wawancara;
d.             tentukan jadwal, waktu dan tempat;
e.              dokumentasikan hasil wawancara dalam bentuk berita acara apabila dipandang perlu;
f.              dan sebagainya.

7.      uji petik (sampling)
Uji petik (sampling) menurut ketentuan ini adalah suatu Teknik Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara menguji sebagian bukti atau transaksi, yang dipilih berdasarkan metode statistik tertentu, yang tujuannya bukan untuk mendapatkan koreksi namun untuk memperoleh keyakinan atas Pos-pos SPT dan/atau pos-pos turunannya.
Dalam menggunakan teknik sampling setidaknya dapat menguraikan:
a.         tujuan sampling;
b.         jumlah populasi dan sampel yang ditentukan;
c.         metode pemilihan sampel dan pengujiannya;
d.         tingkat penyimpangan yang dapat ditolerir;
e.         kesimpulan.
Prosedur penggunaan teknik sampling mengacu pada kaidah sampling sesuai ketentuan yang berlaku umum atau ilmu statistik kecuali apabila diatur khusus oleh Direktur Jenderal Pajak.

8.      Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK)
Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) adalah Teknik Pemeriksaan yang memanfaatkan aplikasi-aplikasi pada suatu komputer maupun suatu sistem informasi untuk mendapatkan keyakinan terhadap kebenaran suatu transaksi yang dicatat/diolah/dibukukan dengan menggunakan suatu aplikasi tertentu.
Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi, menuntut para Pemeriksa Pajak untuk mampu mengembangkan Teknik Pemeriksaan dengan TABK agar pemeriksaan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien.
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh:
a.         pelajari sistem informasi Wajib Pajak;
b.         siapkan sarana-sarana TABK;
c.         minta bantuan tenaga ahli jika diperlukan;
d.         dokumentasikan pelaksanaan TABK;
e.         dan sebagainya.

9.      Teknik-teknik Pemeriksaan lainnya.
Teknik-teknik Pemeriksaan dalam rangka meyakini kebenaran suatu transaksi tidak dibatasi hanya sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, namun Pemeriksa Pajak dapat mengembangkan dan/atau menggunakan teknik lainnya yang berlaku umum. Pemeriksa Pajak harus mengungkapkan secara jelas Teknik Pemeriksaan yang digunakan beserta alasannya, sehingga pemeriksaan tetap dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan bukti kompeten yang cukup

Teknik Pemeriksaan (bagian 2)



1.      penelusuran angka-angka (tracing);
Penelusuran angka-angka adalah penelaahan secara mundur (tracing) untuk mentrasir angka-angka dalam suatu pos sesuai dengan rekam jejak pemeriksaan (audit trail).
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh:
a.       identifikasi transaksi-transaksi yang berkaitan dengan pos yang diperiksa;
b.      klasifikasi jenis transaksi yang telah diidentifikasi sesuai dengan jenis objek pajaknya;
c.       identifikasi dokumen-dokumen pendukung yang berkaitan dengan pos atau transaksi yang sedang diperiksa sesuai dengan rekam jejak pemeriksaan (audit trail).
d.      lakukan penelaahan mundur atas pos yang diperiksa sampai dengan tanggal neraca;
e.       lakukan penelusuran saldo pada neraca dan laporan laba rugi dengan saldo pada buku besar, buku besar tambahan, jurnal umum, dan/atau dokumen-dokumen Wajib Pajak terkait lainnya (seperti
f.       laporan penerimaan barang, permintaan bahan baku langsung/inventory requisition, daftar upah buruh, daftar aktiva tetap, daftar gaji pegawai);
g.      dan sebagainya.

2.      penelusuran bukti;
Penelusuran bukti adalah pemeriksaan bukti yang mendukung suatu transaksi yang telah dicatat atau yang
seharusnya dicatat (vouching).
Tujuannya yaitu untuk menguji apakah suatu transaksi yang telah dilaporkan didukung oleh bukti
kompeten yang cukup atau apakah bukti kompeten yang cukup tersebut telah dicatat dan dilaporkan
(vouching) oleh Wajib Pajak.
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh:
a.         identifikasi transaksi-transaksi yang berkaitan dengan pos yang diperiksa;
b.         kumpulan bukti-bukti yang mendukung transaksi;
c.         cocokkan isi bukti dengan transaksi;
d.        teliti validitas dan relevansi bukti;
e.         pastikan apakah bukti transaksi telah dicatat dan dilaporkan;
f.          dan sebagainya.

3.      pengujian keterkaitan;
Pengujian keterkaitan adalah pengujian yang dilakukan untuk meyakini suatu transaksi berdasarkan pengujian atas mutasi pos-pos lain yang terkait atau berhubungan dengan transaksi tersebut. Hasil pengujian keterkaitan tidak serta-merta merupakan koreksi atas pos yang diperiksa, misalnya:
a.       apabila terdapat selisih dari hasil penghitungan dengan pengujian keterkaitan atas penghasilan bruto, tidak serta merta dapat disimpulkan sebagai penjualan/peredaran usaha. Sehingga perlu dipastikan berdasarkan bukti yang diperoleh apakah selisih tersebut merupakan penjualan/peredaran usaha, penghasilan bruto luar usaha, atau tambahan kemampuan ekonomis lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 UU PPh.
b.      apabila terdapat selisih dari pengujian keterkaitan atas penyerahan kena pajak, tidak serta merta dapat disimpulkan sebagai penyerahan kena pajak. Sehingga perlu dipastikan berdasarkan bukti yang diperoleh apakah selisih tersebut merupakan penyerahan kena pajak atau tidak kena pajak.

Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh:
a.       dapatkan buku persediaan, buku kas/bank, buku piutang, buku utang;
b.      periksa kebenaran saldo-saldo persediaan, kas/bank, piutang, utang;
c.       periksa kebenaran mutasi persediaan, kas/bank, piutang, utang;
d.      lakukan uji keterkaitan dengan menggunakan formula;
e.       dan sebagainya.

Pos-pos yang saling terkait dalam rangka pengujian keterkaitan antara lain:
a.         Penghasilan bruto (tunai) >< Penerimaan kas/bank, uang muka penjualan
b.        Penghasilan bruto (akrual) >< Pelunasan piutang usaha
c.         Pembelian >< Pelunasan utang usaha
d.        Barang masuk/keluar >< Mutasi persediaan
Pengujian atas penghasilan bruto dapat meliputi:
a.         Penjualan/Peredaran Usaha; dan/atau
b.        Penghasilan Bruto dari Luar Usaha
Pengujian Keterkaitan dibagi menjadi 4 (empat), yaitu: Pengujian Keterkaitan dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:
1.      Pengujian Arus Barang
Pengujian arus barang dilakukan untuk meyakini kebenaran unit barang yang keluar dari gudang/digunakan/dijual ataupun yang masuk ke gudang, baik berupa bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, maupun barang jadi. Pemeriksa Pajak harus memastikan bahwa unit tersebut telah memperhitungkan pemakaian sendiri, barang rusak (spoiled goods), sampel, pemberian cuma-cuma, retur pembelian, barang dalam pengiriman (FOB Destination)/perjalanan (intransit).
Formula (disesuaikan dengan jenis persediaan):
Saldo Awal Persediaan (unit)
+/+
Pembelian (unit)
+/+
Saldo Akhir Persediaan (unit)
-/-
Persediaan Keluar/digunakan/dijual/HPP(unit)
xxx
Nilai unit ini dapat digunakan untuk menyakini atau menghitung nilai dari harga pokok barang atau penjualan apabila harga barang tersebut bernilai sama setiap unitnya, yang dilakukan dengan cara mengalikan unit dengan harga barang.
2.      Pengujian Arus Uang
Pengujian arus uang meliputi transaksi kas, bank, dan setara kas lainnya. Pengujian ini dilakukan untuk menguji aliran uang suatu transaksi dan/atau mendapatkan jumlah penerimaan uang dalam suatu kurun waktu dalam rangka mendukung pengujian kebenaran penghasilan bruto yang dilaporkan Wajib Pajak berdasarkan kas (cash basis).
Formula :
Saldo AKhir Kas/Bank
+/+
Pengeluaran Kas/Bank
+/+
Saldo Awal Kas/Bank
-/-
Penyesuaian non penghasilan
+/-
Penerimaan Kas/Bank
XXX

Pengujian arus uang selain menggunakan formula tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan penghitungan atas sisi penerimaan saja. Penerimaan kas/bank yang diperoleh dari formula di atas harus mengeluarkan penerimaan-penerimaan yang tidak ada kaitannya dengan penghasilan, seperti transfer antar bank, penerimaan pinjaman, PPN dipungut sendiri, dan sebagainya; yang dikelompokkan dalam penyesuaian non penghasilan, serta harus memperhitungkan uang muka penjualan/pelanggan jika ada.
Khusus untuk penghitungan PPN dipungut sendiri yang harus dikeluarkan dari penghitungan penerimaan kas/bank perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Nilai PPN dipungut sendiri yang dikurangkan dapat diperoleh dari:
a.       nilai yang dilaporkan pada SPT Masa PPN;
b.      penelusuran jurnal setiap transaksi PPN; atau
c.       mutasi hutang PPN pada buku besar.
2.      Apabila PPN dipungut sendiri yang tercantum di SPT Masa PPN yang digunakan sebagai pengurang, maka perlu dipastikan bahwa jumlah tersebut tidak termasuk PPN yang telah dilaporkan di SPT Masa tetapi tidak terdapat aliran uang yang masuk ke kas maupun bank, di antaranya meliputi:
a.       PPN yang ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak, seperti pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, sampel, dll;
b.      PPN yang dipungut beda waktu, faktur telah diterbitkan pelunasan belum diterima, atau sebaliknya;
c.       dan transaksi lainnya yang secara nyata tidak terdapat titipan PPN dalam penerimaan uang yang dihitung.
3.        Pengujian Arus Piutang
Pengujian arus piutang dilakukan utnuk mendapatkan jumlah pelunasan piutang usaha dalam suatu kurun waktu dalam rangka mendukung pengujian kebenaran penghasilan bruto yang dilaporkan Wajib Pajak secara akrual (accrual basis).
Pengujian arus piutang dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara:
1.        hanya menggunakan mutasi kredit akun piutang usaha untuk mendapatkan penjualan secara akrual (non tunai). Jika ingin mendapatkan penjualan secara total tunai dan non tunai, maka harus ditambahkan dengan hasil penghitungan penjualan tunai; atau
2.        menggabungkan hasil pengujian arus uang dan utang-piutang sekaligus, untuk mendapatkan penghasilan bruto baik dari tunai maupun non tunai. Hal ini dilakukan dengan cara menggunakan penerimaan uang/tunai dan non tunai (seperti offset utang-piutang, bukti potong, bukti pungut) sebagai unsur pelunasan piutang usaha, dan juga memperhatikan saldo-saldo uang muka pelanggan ataupun pendapatan ditangguhkan.
Penyesuaian-penyesuaian yang harus juga diperhitungkan terkait dengan pengujian arus piutang antara lain:
1.             ditambah penghapusan piutang;
2.             dikurangi retur penjualan;
3.             dikurangi PPN dipungut sendiri yang ada dalam penerimaan kas/bank;
4.             saldo-saldo uang muka penjualan;
5.             saldo-saldo pendapatan yang ditangguhkan; dan
6.             penyesuaian lain yang tidak ada hubungan dengan penerimaan dan penghasilan.
Formula :
Pelunasan/Penerimaan melalui Kas/Bank
+/+
Pelunasan Non Kas/Bank
+/+
Saldo Akhir Piutang Usaha
+/+
Saldo Awal Piutang Usaha
-/-
Penyesuaian
+/-
Peredaran Usaha
XXX

4.        Pengujian Arus Utang
Pengujian arus utang tergantung kepada pos yang akan diyakini kebenarannya. Untuk meyakini pembelian barang secara kredit dilakukan pengujian arus utang usaha. Sedangkan untuk meyakini penerimaan pinjaman dilakukan pengujian arus utang bank/afiliasi/pemegang saham. Demikian pula untuk meyakini uang muka penjualan dan sebagainya.
Formula :
Saldo Akhir Utang Usaha
+/+
Pembelian Tunai
+/+
Pelunasan Utang Usaha
+/+
Saldo Awal Utang Usaha
-/-
Penyesuaian
+/-
Pembelian
XXX

4.      ekualisasi atau rekonsiliasi;
Ekualisasi atau rekonsiliasi adalah mencocokkan saldo 2 (dua) atau lebih angka yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. Apabila hasilnya terdapat perbedaan, maka perbedaan tersebut harus dapat dijelaskan.
Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh :
a.         tentukan saldo-saldo atau pos-pos yang akan dicocokkan (misalnya penjualan, penyerahan DPP PPN, pembelian);
b.         gunakan saldo-saldo:
1.      peredaran usaha dan penghasilan lain-lain dengan jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN;
2.      peredaran usaha dengan objek PPh Pasal 22 Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
3.      pembelian (bahan baku, barang jadi, dan aktiva) dengan Dasar Pengenaan Pajak PPN Masukan;
4.      pembelian dengan objek PPh Pasal 22 pedagang pengumpul;
5.      biaya yang merupakan objek pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan dengan objek PPh Pemotongan Pemungutan;
6.      objek pemotongan PPh dengan DPP PPN Masukan;
7.      objek PPh Pasal 26 dengan objek PPN jasa luar negeri;
8.      buku besar bank dengan rekening koran;
9.      dan sebagainya,
untuk meyakini kebenaran angka dengan melakukan penghitungan berdasarkan formula;
c.         lakukan permintaan data/keterangan Wajib Pajak atas perbedaan yang terjadi;
d.        pastikan pemfakturan antara waktu telah dilakukan tepat waktu;
e.         dan sebagainya.
Formula yang digunakan untuk menuangkan hasil ekualisasi Objek PPh Badan dan Objek PPN Dalam Negeri dalam rangka menghitung Objek PPN Dalam Negeri:
Objek PPN Dalam Negeri terdiri dari:
Peredaran usaha                                                                                                         +/+
Ditambah:
a. Uang muka pelanggan akhir                                                                                  +/+
b. Pendapatan ditangguhkan akhir (PPN dibayar tahun ini)                                      +/+
c. Penyerahan antar cabang (dalam hal tidak terdapat pemusatan PPN terutang) +/+
d. Harga jual aktiva Pasal 16D UU PPN                                                                      +/+
e. Penyerahan tahun sebelumnya difakturkan tahun ini                                           +/+
f. Penggantian biaya yang pajak masukannya telah dikreditkan                               +/+
g. Pemakaian sendiri                                                                                                  +/+
h. Pemberian cuma-Cuma                                                                                          +/+
i. Penyerahan BKP/JKP lainnya                                                                                   +/+
j. ...... dsb                                                                                                                     +/+
Jumlah                                                                                                                                     +/+
Dikurangi:
a. Uang muka pelanggan awal (pastikan telah difakturkan masa sebelumnya)       -/-
b. Pendapatan ditangguhkan awal (pastikan telah difakturkan tahun sebelumnya) -/-
c. Penyerahan difakturkan tahun berikutnya                                                             -/-
d. ....dsb                                                                                                                       -/-
Jumlah                                                                                                                                     -/-
Jumlah Penyerahan Seluruhnya                                                                                             +/+
Penyerahan non BKP/JKP                                                                                                        -/-
Penyerahan BKP/JKP Menurut Pemeriksa Pajak                                                                    XXX
Formula yang digunakan untuk menuangkan hasil ekualisasi pos-pos PPh Badan dan Objek PPh
Pemotongan :
Objek PPh Pemotongan 21/23/26 Final:
a. Macam-macam objek Pos Laba Rugi/Pos Neraca/Pos SPT/Turunan Terkait        +/+
b. Objek-objek lainnya                                                                                                +/+
c. Objek dari masa sebelumnya                                                                                 +/+
d. Dipotong/disetor/dilaporkan masa berikutnya                                                      -/-
e. Diperhitungkan sebagai objek PPh Pemotongan lain                                            -/-
f. Dipotong/disetor/dilaporkan di KPP lain                                                                 -/-
Objek Pajak Menurut Pemeriksa Pajak                                                                      XXX

Pada umumnya perbedaan yang timbul antara nilai omset menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPT Masa PPN bisa timbul karena dua kondisi. Pertama, karena karakteristik transaksi dan yang kedua karena peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Ekualisasi yang biasa dilakukan dalam proses pemeriksaan ada 2 (dua) yaitu :
ü  Ekualisasi PPn dengan Omset (Penjualan) PPh Pasal 25 & 29
ü  Ekualisasi PPh Pasal 21 dengan Pengakuan Biaya Gaji dan Upah Tenaga Kerja Langsung pada "Laporan Laba Rugi"