Rabu, 07 November 2012

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai



Pengertian Pemungut PPN
Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU PPN).
Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si penjual atau penerima uang, namun dalam hal untuk mengamankan dan mempercepat pemasukan ke kas negara maka dilakukan sistem pemungutan dan penyetoran PPN oleh PUT PPN. Oleh karena itu Pemerintah menentukan Badan-Badan atau Instansi yang harus melakukan pemungutan dan penyetoran PPN. Contoh : PKP XYZ melakukan penjualan berupa komputer kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Bendahara Pemerintahnya. Karena PKP XYZ melakukan penyerahan BKP kepada bendahara pemerintah Pemda Kota Tangsel, maka Bendahara Pemda Kota Tangsel wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas transaksi tersebut.
Mengingat PPN Pajak Keluaran telah disetor dan dilaporkan oleh PUT PPN, maka penjual yang bukan PUT PPN tidak perlu lagi melakukan pemungutan dan penyetoran PPN, akan tetapi tetap melakukan pelaporan dalam SPt Masa PPN Formulir 1107-A.
Pemungut PPN dan atau PPnBM berdasarkan Keppres 56 tahun 1988 telah dicabut dengan   Keppres 180 tahun 2000. Kemudian ditunjuk kembali dengan KMK No.547/KMK.04/2000.
Pemungut PPN adalah sbb :
Ø  KPKN (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara), sekarang menjadi KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara);
Ø  Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota;
Ø  Pertamina;
Ø  Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya dibidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan pertambangan umum lainnya;
Ø  Badan Usaha Milik Negara (BUMN); / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
Ø  Bank Milik Negara; / Bank Milik Daerah;
Ø  Bank Indonesia;
Namun seiring dengan penyederhanaan sistem pemungutan PPN, sejak 1 Januari 2004 sesuai KMK No.563/KMK.03/2003, pemungut PPN hanyalah Bendaharawan Pemerintah dan KPKN (sekarang menjadi KPPN – Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara). Kemudian diatur lebih lanjut tentang penunjukan Pemungut PPN untuk KPS Migas sejak 1 Januari 2005 sesuai PMK No.11/PMK.03/2005 dan berdasarkan PMK No.73 Tahun 2010  menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi. Dan sekarang berdasarkan PMK No. 85/PMK.03/2012 jo. PMK No.136/PMK.03/2012 BUMN kembali ditunjuk sebagai pemungut PPN.
PKP Rekanan
Dalam ranah pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikenal pula istilah PKP Rekanan. Yang dimaksud dengan PKP Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN. PKP Rekanan yang melakukan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah / Bendaharawan KPPN dinamakan PKP Rekanan Pemerintah.
Contoh 3 : PKP ABC melakukan penyerahan BKP kepada Bendahara Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dalam transaksi ini, PKP ABC bertindak selaku PKP Rekanan Pemerintah.

1.    Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN dan atau PPnBM
Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000 Jo. KMK No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002.
Prakteknya, bendaharawan pemerintah di Satuan Kerja (Satker) tertentu akan langsung meminta membuat SSP dari rekanan atau penyedia barang dan jasa. SSP dibuat oleh penyedia barang dan jasa saat (bersamaan) dengan pembuatan faktur tagihan ke bendaharawan. Nanti atas PPN tersebut disetorkan oleh bendaharawan melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPPN).
Tata cara Pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan atau PPnBM oleh Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
ü  Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
ü  PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh PKP Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui Bendaharawan Pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Pemerintah atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
ü  Penyerahan JKP oleh instansi pemerintah yang pembayarannya melalui KPKN  /KPPN atau Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN sepanjang pembayaran tersebut berasal dari APBN / APBD dan Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Instansi Pemerintah tersebut.
PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal :
1.      Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah (termasuk PPN dan PPnBM).
2.      Pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan tanah oleh real estate atau industrial estat.
3.      Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain :
  Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari PPN berdasarkan PP No. 146 tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP / JKP Tertentu.
  Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari PPN berdasarkan PP No. 12 tahun 2001 jo. PP No.43 tahun 2002 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis.
  Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang PPN-nya tidak dipungut berdasarkan PP No. 42 tahun 1995 jo. PP No.25 tahun 2001 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM dan PPh dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri.
4.      Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan Bakar Minyak  oleh PT Pertamina.
5.      Pembayaran atas rekening telepon kepada telkom atau kepada perusahaan telekomunikasi lainnya.
6.      Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
7.      Pembayaran lainnya untuk Pembayaran atas penyerahan Barang atau Jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN berdasarkan PP No. 144 tahun 2000.
PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang jumlahnya paling banyak sebesar Rp.1.000.000, dipungut dan disetor sendiri oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.
Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan atau PPnBM atas penyerahan BKP  dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP (Lampiran I Huruf D angka 6 Kep-DJP No.382/PJ/2002).
Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada kepala KPP dalam bentuk daftar nama yang berisi nama, alamat, NPWP, nilai transaksi, nomor dan tanggal faktur penjualan atau dokumen yang sejenis, apabila terjadi transaksi dengan rekanan yang bukan PKP dan daftar tersebut dilampirkan pada SPT Masa bagi Pemungut PPN.
Sejak 1 Januari 2004, sesuai KMK No.571/KMK.03/2003 ketentuan tentang Pengusaha Kecil adalah Pegusaha yang menyerahkan BKP (Barang) dan atau JKP (Jasa) dalam 1 tahun buku jumlah peredaran / penerimaan bruto tidak melebihi Rp.600.000.000 setahun.
Jika jumlah peredaran / penerimaan bruto Rp.600.000.000 setahun ke atas, maka Pemungut PPN tidak boleh melakukan transaksi pembelian, kalau rekanan tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP.
Mekanisme pemungutan  dan penyetoran
Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP rekanan Pemerintah.
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan Atas Barang Mewah Yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang terutang dipungut oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara dimaksud. (KMK No.563/KMK.03/2003)
Penyetoran PPN dan PPnBM yang terutang, dilakukan paling lambat 7 hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan, jika jatuh pada hari libur, maka saat penyetoran pada hari kerja berikutnya. Contoh  : PKP A melakukan penyerahan BKP kepada Bendaharawan Pemerintah pada tanggal 23 November 2010. Pembayaran dilakukan pada tanggal 25 November 2010, sehingga pemungutan dilakukan pada tanggal 25 November 2010. Bendaharawan Pemerintah wajib menyetor PPN yang sudah dipungut itu selambat – lambatnya tanggal 7 Desember 2010.
Bendaharawan pemerintah wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan disetor ke KPP dan KPKN setempat, paling lambat 20 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan. Contoh : Menggunakan situasi seperti contoh sebelumnya, maka Bendaharawan Pemerintah itu wajib melaporkan PPN yang sudah dipungutnya dari PKP A selambat – lambatnya tanggal 20 Desember 2010.
Pelaporannya dengan menggunakan SPT Masa PUT 1101 (Kep-DJP No.511/PJ./2001), berlaku mulai Masa Juli 2001 (SE-26/PJ.5/2001), sejak 1 Januari 2007 menggunakan SPT Masa PUT 1107 (PER-DJP No. 147/PJ./2006)
Tata Cara Penghitungan
Dasar Pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan Pemerintah. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
·         Jumlah pembayaran                                         Rp.11.000.000
·         Jumlah PPN 10/110 x Rp.11.000.000             Rp.  1.000.000
·         Sisa yang dibayarkan kepada PKP Rekanan  Rp.10.000.000
Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong Mewah tersebut, disamping terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPNBM yang dipungut adalah sbb :
Misal :
PPnBM sebesar 20%, maka Jumlah PPN yang dipungut 10/130 bagian dari jumlah pembayaran, sedangkan PPnBM yang dipungut adalah 20/130  bagian dari jumlah pembayaran. Contoh :
Jumlah pembayaran (include PPN dan PPnBM 20%)                   Rp.13.000.000
PPN yang dipungut 10/130 x Rp.13.000.000                                Rp.  1.000.000
PPnBM yang dipungut 20/130 x Rp.13.000.000                           Rp.  2.000.000
Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan                                   Rp.10.000.000
Dalam hal jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN tersebut sudah termasuk PPN dan atau PPNBM didalamnya tanpa memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN atau PPnBm maupun tidak.
Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak dan Penyetoran
Ø  PKP Rekanan pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada bendaharawan Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran, jika pembayaran diterima terlebih dahulu sebelum penagihan, Faktur Pajak wajib diterbitkan saat pembayaran diterima.
Ø  Jika terutang PPnBM maka cantumkan PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
Ø  Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 :
*     Lembar ke-1    = Untuk Bendaharawan Pemerintah
*     Lembar ke-2    = Arsip PKP Rekanan Pemerintah
*     Lembar ke-3    = Untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah
*     Sejak tahun pajak 2007, mengingat peruntukannya jelas, maka rekanan dapat membuat FP Rangkap 3.
Ø  Setiap lembar Faktur Pajak Standar wajib dibubuhkan cap “ Disetor tanggal …………” dan menandatanganinya.
Ø  Jika penyerahan BKP dan atau JKP dalam rangka Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PKP rekanan sebagai kontraktor, konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap” PPN dan PPnBM Tidak Dipungut”
Ø  Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000, sepanjang terutang PPN walaupun tidak dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut.
Ø  Pembuatan Faktur Pajak harus mengacu Kep-DJP No.549/PJ./2000 jis Kep-DJP No.323/PJ./2001, Jis Kep-DJP No. 433/PJ./2002, Jo. Per-159/PJ./2006
Ø  Tata cara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak Standar sehubungan dengan penagihan dan pembayaran dalam mata uang asing oleh pemungut PPN :
1.      PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak Standar pada saat melakukan penagihan kepada Pemungut PPN dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat Faktur Pajak diterbitkan.
2.      Pada prinsipnya, PPN yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh Pemungut PPN. Sejak tahun 2007, tidak diatur atau aturan ini dihapus.
3.      Dalam hal kurs pada saat penagihan berbeda dengan saat pembayaran, Pemungut PPN membetulkan Faktur Pajak Standar dengan menyesuaikan jumlah rupiah, baik DPP maupun PPN dan atau PPnBM yang terutang dengan cara mencoret angka yang diperbaiki dan mencamtumkan angka yang seharusnya serta membubuhkan paraf disamping angka yang diperbaiki tersebut (tidak boleh dihapus atau di tip-ex). Sejak tahun 2007, tidak diatur dalam Per-159/PJ./2006, namun karena dalam PP 143 tahun 2000. ketentuan ini belum dihapus. Dengan demikian ketentuan ini tetap berlaku.
PP 143 tahun 2000
Pasal 10
Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut pada saat pembayaran oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 11
1)      Apabila pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur Pajak.
2)      Dalam hal pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian yang dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan Pasal 16A Undang-undang PPN mempergunakan mata uang asing, maka besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Ø  Bendaharawan Pemerintah sebagai PKP, apabila telah menyetor PPN atas Faktur Pajak PKP Rekanan, maka merupakan bukti Pajak Masukan. Sepanjang memenuhi Pasal 9 ayat 8 UU PPN, Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak terjadinya pembayaran.
Ø  SSP dibuat atas nama, alamat, dan NPWP PKP Rekanan, sedangkan yang menandatangani adalah Pemungut PPN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan rangkap lima, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sbb :
*     Lembar ke-1    = Arsip PKP Rekanan Pemerintah.
*     Lembar ke-2    = Untuk KPP melalui KPKN.
*     Lembar ke-3    = Untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan dalam SPt Masa PPN.
*     Lembar ke-4    = Untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
*     Lembar ke-5    = Untuk pertinggal Pemungut PPN (Bendaharawan Pemerintah).
Ø  Pada setiap lembar Faktur Pajak setelah PPN disetor oleh Bendaharawan Pemerintah wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal .............................." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
Ø  Faktur pajak dan SSP yang PPN dan atau PPnBM-nya telah disetorkan kepada Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM. (Lampiran I huruf G angka 1 Kep-DJP No.382/PJ./2002.
Tata Cara Pelaporan
X   PPN yang telah dipungut dan disetor, wajib dilaporkan Bendaharawan Pemerintah ke KPP tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar dengan menggunakan "SPT Masa Bagi Pemungut PPN" (Formulir PUT-1107) yang dibuat dalam rangkap 3, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yang masing-masing diperuntukkan sbb :
*     Lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.
*     Lembar ke-2, untuk KPKN.
*     Lembar ke-3, untuk Arsip bendaharawan pemerintah.
X   Selain menyampaikan laporan Formulir PUT-1107, Bendaharawan Pemerintah wajib membuat daftar rekanan sebagaimana dimaksud dalam surat Menteri Keuangan Nomor S-331/KMK.04/1999 tentang Pengawasan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan oleh Bendaharawan Pemerintah dan BUMN / BUMD.
X   Pemungut PPN termasuk dalam pengertian WP dan Penanggung Pajak, maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila Pemungut PPN tidak melakukan kewajibannya sesuai ketentuan berlaku. (SE-43/PJ.51/2002)
X   Sejak 1 Januari 2007 menjadi sbb :
SPT terdiri dari :
ü  Induk SPT ‑ Formulir 1107 PUT (F.1.2.32.02);
ü  Lampiran 1 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Bendaharawan Pemerintah ‑ Formulir 1107 PUT 1 (D.1.2.32.03);
ü  Lampiran 2 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Selain Bendaharawan Pemerintah ‑ Formulir 1107 PUT 2 (D.1.2.32.04).
SPT  1107 PUT wajib diisi oleh setiap Pemungut PPN kecuali Penerbit SPM.
Penerbit SPM yaitu Pejabat yg diberi kewenangan utk melakukan tindakan yg mengakibatkan  pengeluaran anggaran, menguji tagihan kpd negara & menandatangani SPM yg ditunjuk oleh Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran.

2.                KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) sebagai Pemungut PPN dan atau PPnBM.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.04/2000 Jo. KMK No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002.
ü  PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh PKP Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui KPKN, dipungut oleh KPKN.
ü  Pemungutan tersebut dilakukan saat pembayaran, dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan rekanan pemerintah pada saat Surat Perintah Membayar (SPM) yang bersangkutan.
ü  Ketentuan penghitungan, pemungutan, penyetoran dan pelaporan sama seperti transaksi ke Bendaharawan Pemerintah.
Sesuai Pasal 7 KMK No.563/KMK.03/2003, Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara / KPPN (saat ini) wajib menolak permin­taan Pembayaran berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah dalam hal ketentuan dibawah ini tidak dipenuhi :
a.         Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barangg Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
b.        Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.
c.         Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan.
d.        Dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
e.         Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan.
f.         Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib rnenyampaikan daftar Bendaharawan Pemerintah yang berada dalam wilayah kerjanya beserta daftar perubahannya setiap 3 (tiga) bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
Mekanisme pemungutan  dan penyetoran
ü  Penyetoran PPN dan PPnBM yang terutang, dilakukan pada saat pembayaran KPPN oleh KPPN kepada PKP Rekanan.
ü  KPPN tidak wajib menggunakan Pelaporan SPT Masa PUT 1101
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
Ø  PKP Rekanan pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada KPPN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Jika terutang PPnBM maka cantumkan PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
Ø  SSP diisi atas nama NPWP Rekanan Pemerintah, tetapi penandatanganan  SSP dilakukan oleh KPPN sebagai penyetor atas nama PKP rekanan.
Ø  Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 :
Lembar ke-1         = Untuk KPPN
Lembar ke-2         = Arsip PKP Rekanan Pemerintah
Lembar ke-3         = Untuk KPP melalui KPPN
Ø  SSP dibuat dalam rangkap Empat, setelah PPN dan atau PPnBM disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sbb :
Lembar ke-1= Arsip PKP Rekanan Pemerintah.
Lembar ke-2= Untuk KPP melalui KPPN.
Lembar ke-3= Untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan dalam SPT Masa PPN.
Lembar ke-4= Untuk Pertinggal Pemungut PPN.
Ø  Pada setiap lembar Faktur Pajak setelah PPN disetor oleh KPPN dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
Ø  SSP Lembar ke-1 dan lembar ke-2 dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPPN.
Tata Cara Pelaporan
X    KPPN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis SPM kepada KPP dengan Surat Pengantar.
X    Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada hari itu maka surat pengantar tetap dibuat dengan catatan "Faktur Pajak Nihil".
X    KPPN wajib melakukan pengawasan dan menyampaikan daftar Bendaharawan Pemerintah dan perubahannya yang berada dalam wilayah kerjanya kepada KPP setempat triwulan.
X    KPPN wajib menolak  permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah apabila berdasarkan hasil pengawasan tersebut diatas Bendaharawan Pemerintah tidak melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan PPnBM yang merupakan kewajibannya.
Bagi PKP Rekanan, apabila Pemungut PPN adalah KPPN, maka penyerahan tersebut dilaporkan dalam masa pajak sesuai bulan yang tercantum dalam “Cash Register” KPKN.
Pemungut PPN termasuk dalam pengertian WP dan Penanggung Pajak, maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP). apabila Pemungut PPN tidak melakukan kewajibannya sesuai ketentuan berlaku. (SE-43/PJ.51/2002)

3.       Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi sebagai Pemungut PPN
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai, ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya. Peraturan Menteri Keuangan ini mencabut dan menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah:
a.       kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
b.      kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.
ditunjuk selaku Pemungut PPN.
Pajak yang terutang tidak perlu dipungut  oleh Pemungut PPN dalam hal :
a.         pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b.        pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c.         pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d.        pembayaran atas rekening telepon;
e.         pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/ atau
f.         pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Adapun Kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak dapat diklarifikasi sebagai berikut ini :
Pemungutan dan penyetoran
 PKP Rekanan ialah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
Pemungutan pajak dilakukan oleh oleh Pemungut PPN paling lama pada saat :
a.    penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b.    penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c.    penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Pajak yang dipungut :
a.    atas penyerahan BKP atau penyerahan JKP sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak berupa Harga Jual atau Penggantian;
b.    atas penyerahan BKP yang tergolong Mewah sebesar tarif PPnBM yang berlaku dengan Dasar Pengenaan Pajak
Pajak yang dipungut oleh pemungut PPN wajib disetor menggunakan SSP dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak yang terkait.
Tata Cara pemungutan dan penyetoran secara garis besar :
1)   Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
2)   Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
3)   SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor atas nama Rekanan.
4)   Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
5)   Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 3 (tiga):
·      lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;
·      lembar kedua untuk Rekanan; dan
·      lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
6)   SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:
·      lembar kesatu untuk Rekanan;
·      lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
·      lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
·      lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
·      lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7)   Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan pemungutan wajib membubuhkan cap "Disetor Tanggal ......" dan menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
8)   Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Tata cara pelaporan
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar dengan menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN" paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 dan SSP lembar ke-5.
Perbedaan mendasar antara ketentuan lama (PMK Nomor 11/PMK.03/2005) dengan ketentuan baru (PMK Nomor 73/PMK.03/2010)
Perbedaan
KETENTUAN LAMA
KETENTUAN BARU
Policy Statement
untuk melaksanakan ketentuan Pasal
1 angka 27 dan 16A ayat (2) UU
PPN
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2) UU PPN
Definisi Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
Kontraktor adalah Kontraktor yang terikat dalam
kontrak perjanjian kerja sama dengan Pemerintah
Republik Indonesia di bidang pengusahaan
pertambangan minyak dan gas bumi.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
adalah:
• Kontraktor Kontrak Kerja Sama pengusahaan
pertambangan minyak dan gas bumi;dan
• Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
pengusahaan sumber daya panas bumi,
yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun
unitnya.
Definisi Rekanan
Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor.
Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang
melaukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
Penunjukan Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang izin
-
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
izin ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Pertambahan nilai.
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Faktur Pajak Standar wajib dibuat paling lambat:
a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima
setelah akhir bulan berikutnya Setelah bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau
b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal:
3) penerimaan pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah
bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
4) penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak; atau
5) penerimaan pembayaran terjadi pada saat yang sama dengan saat
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Faktur Pajak harus dibuat pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan.
Saat Pemungutan
a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima
setelah akhir bulan berikutnya Setelah bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau
b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal:
3) penerimaan pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah
bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
4) penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak; atau
5) penerimaan pembayaran terjadi pada saat yang sama dengan saat
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan.
Saat Penyetoran dan Pelaporan
Saat Penyetoran:
paling lambat pada hari ke-15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah bulan dilakukannya pemungutan
Saat Pelaporan:
paling lambat pada hari ke-20 (dua puluh) bulan
berikutnya setelah bulan dilakukan pemungutan
Saat Penyetoran:
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah setelah berakhirnya Masa Pajak.
Saat Pelaporan:
Paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak.





4.       BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Penjunjukkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Pemungut PPN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2012 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan - 136/PMK. 03/2012.

PPN tidak dipungut oleh BUMN dalam hal:
Ø  pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
Ø  pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
Ø  pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
Ø  pembayaran atas rekening telepon;
Ø  pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
Ø  pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Faktur Pajak wajib dibuat oleh rekanan BUMN pada saat:
ü penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
ü penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
ü penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran:
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan pada saat:
a.       penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b.      penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c.       penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak.
  Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN.
  Faktur Pajak dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
  SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama Rekanan.
  Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
  Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan sebagai berikut:
lembar kesatu untuk BUMN;
lembar kedua untuk Rekanan; dan
lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
  SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:
lembar kesatu untuk Rekanan;
lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
  BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal...." dan menandatanganinya pada Faktur Pajak.
  Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.

5.  Ketentuan Khusus
a.         Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP antar Pemungut PPN maka yang berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan atau PPn BM yang terutang adalah Pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP.
Contoh: Bendaharawan Pemerintah Kota Praya melakukan penyerahan BKP kepada Bendaharawan Pemerintah Kota Selong. Dalam kasus ini, yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang adalah Bendaharawan Pemerintah Kota Praya.
b.        Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP oleh Badan-badan tertentu kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN, Bendaharawan Pemerintah atau KPKN diperlakukan sebagai pemungut.
Contoh: KPS Migas menyerahkan BKP kepada Bendaharawan KPKN Jakarta Barat. Dalam kasus ini, walaupun kedua badan tersebut sama – sama pemungut PPN, yang melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan tetap Bendaharawan KPKN Jakarta Barat.
c.         Penyerahan JKP oleh Instansi Pemerintah kepada Instansi Pemerintah lainnya yang pembayarannya melalui KPKN atau Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN sepanjang;
§      Pembayaran tersebut berasal dari APBN atau APBD; dan
§      Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Instansi Pemerintah tersebut.
d.        Atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh Instansi Pemerintah yang berkedudukan sebagai PKP kepada Badan-badan tertentu, maka PPN yang terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Instansi Pemerintah tersebut.
Contoh: Kebalikan dari Contoh 17, dalam hal ini yang melakukan penyerahan BKP adalah Bendaharawan KPKN Jakarta Barat (selaku PKP), yang bertindak selaku Pemungut PPN tetap Bendaharawan KPKN Jakarta Barat.
e.         Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah / KPKN tidak perlu memungut PPN dan atau PPn BM antara lain atas:
§             Penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP; atau
§             Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau atas Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri.
f.         Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada Kepala KPP tempat Pemungut terdaftar sebagai Wajib Pajak apabila terjadi transaksi dengan rekanan yang bukan PKP. Selanjutnya Kepala KPP yang bersangkutan memproses data tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g.        Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000.00 (satu juta rupiah), sepanjang terutang PPN walaupun tidak dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut.
h.        Apabila Pemungut PPN tidak melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku, maka Kepala KPP dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak dan atau Surat Ketetapan Pajak dan ditagih sesuai ketentuan yang berlaku.

9 komentar:

  1. kita juga punya nih jurnal mengenai pajak penghasilan nilai, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1440/1/20207075.pdf
    semoga bermanfaat yaa :)

    BalasHapus
  2. Sangat bermanfaat, terima kasih

    BalasHapus
  3. Jika rekanan menerbitkan faktur kepada bendahara pada saat menagih yaitu bulan oktober tetapi pencairan termin baru terjadi pada masa desember, apakah pelaporan SPT Masa PPN bagi rekanan untuk faktur tersebut dilaporkan pada masa oktober atau desember?

    BalasHapus
  4. Jadi untuk sekarang yang menjadi pemungut PPN itu siapa saja?

    BalasHapus
  5. apakah pemda termasuk pemungut ppn?

    BalasHapus
  6. Halo Ibu Aisnay Numpang Promosi Program Kegiatan Kami :

    "BIMTEK ADMINISTRASI KEUANGAN DAN PERENCANAAN BAGI PENGGUNA ANGGARAN PA,PPTK, PPK DAN BENDAHARA"

    JADWAL BIMTEK JAKARTA :
    Selasa – Rabu, 20 – 21 Oktober 2015
    Selasa – Rabu, 3 – 4 November 2015
    Selasa – Rabu, 17 – 18 November 2015
    Selasa – Rabu, 1 – 2 Desember 2015
    Selasa – Rabu, 15 – 16 Desember 2015

    JADWAL BIMTEK BANDUNG :
    Selasa – Rabu, 27 – 28 Oktober 2015
    Selasa – Rabu, 10 – 11 November 2015
    Selasa – Rabu, 24 – 25 November 2015
    Selasa – Rabu, 8 – 9 Desember 2015
    Selasa – Rabu, 22 – 23 Desember 2015

    KETERANGAN :
    ** Khusus Rombongan 15 orang bebas tentukan lokasi bimtek : Bali, Batam, Yogyakarta, Surabaya, Makassar

    PERMINTAAN SURAT HUBUNGI:
    Telp 021-4306001, 4305959 HP. 0812.9840.1480 / 0812.1853.1904 (PIN BB: 7623F434)

    Tema bimtek lainya kunjungi website kami : www.lek2pndiklat.com & www.lek2pn.org

    -Terima Kasih atas waktunya sukses selalu-

    BalasHapus
  7. Kesulitan apa yang dihadapi wajib pajak pajak dalam mekanisme pmenungutan, dan penyetoran SSP?
    Tolong nerikan jawabannya

    BalasHapus