Pengertian Pemungut PPN
Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, Badan, atau
Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan
atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU PPN).
Mekanisme pemungutan PPN
pada dasarnya dilakukan oleh si penjual atau penerima uang, namun dalam hal
untuk mengamankan dan mempercepat pemasukan ke kas negara maka dilakukan sistem
pemungutan dan penyetoran PPN oleh PUT PPN. Oleh karena itu Pemerintah
menentukan Badan-Badan atau Instansi yang harus melakukan pemungutan dan
penyetoran PPN. Contoh : PKP XYZ melakukan
penjualan berupa komputer kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui
Bendahara Pemerintahnya. Karena PKP XYZ melakukan penyerahan BKP kepada
bendahara pemerintah Pemda Kota Tangsel, maka Bendahara Pemda Kota Tangsel
wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas transaksi
tersebut.
Mengingat PPN Pajak Keluaran telah disetor dan dilaporkan
oleh PUT PPN, maka penjual yang bukan PUT PPN tidak perlu lagi melakukan
pemungutan dan penyetoran PPN, akan tetapi tetap melakukan pelaporan dalam SPt
Masa PPN Formulir 1107-A.
Pemungut
PPN dan atau PPnBM berdasarkan Keppres 56 tahun 1988 telah dicabut dengan Keppres 180 tahun 2000. Kemudian ditunjuk kembali dengan KMK No.547/KMK.04/2000.
Pemungut PPN adalah sbb :
Ø
KPKN (Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara), sekarang menjadi KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara);
Ø
Bendaharawan Pemerintah
Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota;
Ø Pertamina;
Ø
Kontraktor Kontrak Bagi
Hasil dan Kontrak Karya dibidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan
pertambangan umum lainnya;
Ø
Badan Usaha Milik Negara
(BUMN); / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
Ø
Bank Milik Negara; / Bank
Milik Daerah;
Ø Bank
Indonesia;
Namun
seiring dengan penyederhanaan sistem pemungutan PPN, sejak 1 Januari 2004 sesuai KMK No.563/KMK.03/2003, pemungut PPN hanyalah
Bendaharawan Pemerintah dan KPKN (sekarang menjadi KPPN – Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara).
Kemudian diatur lebih lanjut tentang penunjukan Pemungut PPN untuk KPS Migas
sejak 1 Januari 2005 sesuai PMK
No.11/PMK.03/2005 dan berdasarkan PMK No.73 Tahun 2010 menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi. Dan sekarang berdasarkan PMK No. 85/PMK.03/2012 jo. PMK
No.136/PMK.03/2012 BUMN kembali ditunjuk sebagai pemungut PPN.
PKP Rekanan
Dalam
ranah pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikenal pula istilah PKP Rekanan.
Yang dimaksud dengan PKP Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN. PKP
Rekanan yang melakukan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut
PPN Bendaharawan Pemerintah / Bendaharawan KPPN dinamakan PKP Rekanan
Pemerintah.
Contoh 3 : PKP ABC melakukan penyerahan BKP
kepada Bendahara Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam transaksi ini, PKP ABC bertindak selaku PKP Rekanan Pemerintah.
1.
Bendaharawan
Pemerintah sebagai Pemungut PPN dan atau PPnBM
Diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000 Jo. KMK No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran
I Kep-DJP No.382/PJ./2002.
Prakteknya, bendaharawan pemerintah di Satuan
Kerja (Satker) tertentu akan langsung meminta membuat SSP dari rekanan atau
penyedia barang dan jasa. SSP dibuat oleh penyedia barang dan jasa saat
(bersamaan) dengan pembuatan faktur tagihan ke bendaharawan. Nanti atas PPN
tersebut disetorkan oleh bendaharawan melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara (KPPN).
Tata cara Pemungutan,
penyetoran dan pelaporan PPN dan atau PPnBM oleh Bendaharawan Pemerintah
sebagai Pemungut PPN.
ü Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat
yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
ü PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau
JKP oleh PKP Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui Bendaharawan
Pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Pemerintah atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
ü Penyerahan JKP oleh instansi pemerintah yang
pembayarannya melalui KPKN /KPPN atau
Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN sepanjang pembayaran tersebut
berasal dari APBN / APBD dan Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP
memasukkan pembayaran yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) dari Instansi Pemerintah tersebut.
PPN dan
PPnBM tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal :
1. Pembayaran
yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
(termasuk PPN dan PPnBM).
2. Pembayaran
untuk pembebasan tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan tanah oleh real
estate atau industrial estat.
3. Pembayaran
atas penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang
berlaku mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari
pengenaan PPN antara lain :
Pembayaran
atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari PPN berdasarkan PP No.
146 tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP / JKP Tertentu.
Pembayaran
atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari PPN berdasarkan PP No. 12
tahun 2001 jo. PP No.43 tahun 2002 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP
Tertentu yang bersifat strategis.
Pembayaran
atas penyerahan BKP dan atau JKP yang PPN-nya tidak dipungut berdasarkan PP No.
42 tahun 1995 jo. PP No.25 tahun 2001 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan,
PPN dan PPnBM dan PPh dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai
dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri.
4. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan
Bahan Bakar Minyak oleh PT Pertamina.
5. Pembayaran
atas rekening telepon kepada telkom atau kepada perusahaan telekomunikasi
lainnya.
6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan.
7. Pembayaran lainnya untuk Pembayaran atas penyerahan
Barang atau Jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak
dikenakan PPN berdasarkan PP No. 144 tahun 2000.
PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran
yang jumlahnya paling banyak sebesar Rp.1.000.000, dipungut dan disetor sendiri
oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.
Pemungut PPN tidak perlu
memungut PPN dan atau PPnBM atas penyerahan BKP
dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP (Lampiran I Huruf D angka 6
Kep-DJP No.382/PJ/2002).
Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada kepala KPP dalam
bentuk daftar nama yang berisi nama, alamat, NPWP, nilai transaksi, nomor dan
tanggal faktur penjualan atau dokumen yang sejenis, apabila terjadi transaksi
dengan rekanan yang bukan PKP dan daftar tersebut dilampirkan pada SPT Masa bagi Pemungut PPN.
Sejak 1 Januari 2004, sesuai KMK No.571/KMK.03/2003 ketentuan tentang Pengusaha Kecil adalah
Pegusaha yang menyerahkan BKP (Barang) dan atau JKP (Jasa) dalam 1 tahun buku
jumlah peredaran / penerimaan bruto tidak melebihi Rp.600.000.000 setahun.
Jika jumlah peredaran / penerimaan bruto Rp.600.000.000
setahun ke atas, maka Pemungut PPN tidak boleh melakukan transaksi pembelian,
kalau rekanan tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP.
Mekanisme pemungutan dan penyetoran
Pemungutan
PPN dan PPnBM dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan
secara langsung dari tagihan PKP rekanan Pemerintah.
Bendaharawan
Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara, wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan Atas
Barang Mewah Yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang terutang dipungut
oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara dimaksud. (KMK No.563/KMK.03/2003)
Penyetoran
PPN dan
PPnBM yang terutang, dilakukan paling lambat 7 hari setelah bulan terjadinya
pembayaran tagihan, jika jatuh pada hari libur, maka saat penyetoran pada hari
kerja berikutnya. Contoh : PKP A melakukan
penyerahan BKP kepada Bendaharawan Pemerintah pada tanggal
23 November 2010. Pembayaran
dilakukan pada tanggal 25 November 2010, sehingga pemungutan dilakukan pada
tanggal 25 November 2010. Bendaharawan
Pemerintah wajib menyetor PPN yang sudah dipungut itu selambat – lambatnya
tanggal 7 Desember 2010.
Bendaharawan
pemerintah wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan
disetor ke KPP dan KPKN setempat, paling lambat 20 hari setelah bulan dilakukan
pembayaran atas tagihan. Contoh : Menggunakan situasi seperti contoh sebelumnya, maka Bendaharawan Pemerintah itu wajib melaporkan PPN yang sudah
dipungutnya dari PKP A selambat – lambatnya tanggal 20 Desember 2010.
Pelaporannya
dengan menggunakan SPT Masa
PUT 1101 (Kep-DJP No.511/PJ./2001), berlaku mulai Masa Juli 2001
(SE-26/PJ.5/2001), sejak 1 Januari 2007 menggunakan SPT Masa PUT 1107 (PER-DJP
No. 147/PJ./2006)
Tata Cara Penghitungan
Dasar
Pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh
bendaharawan Pemerintah. Dalam
hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut
adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
·
Jumlah pembayaran Rp.11.000.000
·
Jumlah PPN 10/110 x Rp.11.000.000 Rp. 1.000.000
·
Sisa yang dibayarkan
kepada PKP Rekanan Rp.10.000.000
Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari
pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong Mewah tersebut, disamping
terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPNBM yang dipungut
adalah sbb :
Misal :
PPnBM sebesar 20%, maka Jumlah PPN yang dipungut 10/130
bagian dari jumlah pembayaran, sedangkan PPnBM yang dipungut adalah 20/130 bagian dari jumlah pembayaran. Contoh :
Jumlah pembayaran (include PPN dan PPnBM 20%) Rp.13.000.000
PPN yang
dipungut 10/130 x Rp.13.000.000 Rp. 1.000.000
PPnBM
yang dipungut 20/130 x Rp.13.000.000 Rp. 2.000.000
Sisa yang dibayarkan
kepada PKP rekanan Rp.10.000.000
Dalam hal jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut
PPN tersebut sudah termasuk PPN dan atau PPNBM didalamnya tanpa memperhatikan
apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN atau PPnBm maupun
tidak.
Tata Cara Pembuatan Faktur
Pajak dan Penyetoran
Ø
PKP Rekanan pemerintah
membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada bendaharawan
Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran, jika pembayaran
diterima terlebih dahulu sebelum penagihan, Faktur Pajak wajib diterbitkan saat
pembayaran diterima.
Ø
Jika terutang PPnBM maka
cantumkan PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
Ø
Faktur Pajak dibuat dalam
rangkap 3 :
*
Lembar ke-1 = Untuk Bendaharawan Pemerintah
*
Lembar ke-2 = Arsip PKP Rekanan Pemerintah
*
Lembar ke-3 = Untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah
*
Sejak tahun pajak 2007,
mengingat peruntukannya jelas, maka rekanan dapat membuat FP Rangkap 3.
Ø
Setiap lembar Faktur Pajak
Standar wajib dibubuhkan cap “ Disetor tanggal …………” dan
menandatanganinya.
Ø
Jika penyerahan BKP dan
atau JKP dalam rangka Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri, PKP rekanan sebagai kontraktor, konsultan, dan Pemasok
Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap” PPN dan PPnBM Tidak
Dipungut”
Ø
Atas pembayaran yang
jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000, sepanjang terutang PPN walaupun tidak
dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan
yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut.
Ø
Pembuatan Faktur Pajak
harus mengacu Kep-DJP No.549/PJ./2000 jis Kep-DJP No.323/PJ./2001, Jis Kep-DJP
No. 433/PJ./2002, Jo. Per-159/PJ./2006
Ø
Tata cara pembuatan dan
pembetulan Faktur Pajak Standar sehubungan dengan penagihan dan pembayaran dalam mata
uang asing oleh pemungut PPN :
1.
PKP Rekanan wajib
menerbitkan Faktur Pajak Standar pada saat melakukan penagihan kepada Pemungut
PPN dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri
Keuangan pada saat Faktur Pajak diterbitkan.
2.
Pada prinsipnya, PPN yang
terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs
yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan
pembayaran oleh Pemungut PPN. Sejak tahun 2007, tidak diatur atau aturan ini
dihapus.
3.
Dalam hal kurs pada saat
penagihan berbeda dengan saat pembayaran, Pemungut PPN membetulkan Faktur Pajak
Standar dengan menyesuaikan jumlah rupiah, baik DPP maupun PPN dan atau PPnBM
yang terutang dengan cara mencoret angka yang diperbaiki dan mencamtumkan angka
yang seharusnya serta membubuhkan paraf disamping angka yang diperbaiki
tersebut (tidak boleh dihapus atau di tip-ex). Sejak tahun 2007, tidak diatur dalam Per-159/PJ./2006, namun karena
dalam PP 143 tahun 2000. ketentuan ini belum dihapus. Dengan demikian ketentuan
ini tetap berlaku.
PP 143 tahun 2000
|
Pasal 10
|
Pajak yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai dipungut pada saat pembayaran oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
|
Pasal 11
|
1)
Apabila pembayaran atau
Harga Jual atau Penggantian dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing,
maka penghitungan besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata
uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri
Keuangan pada saat pembuatan Faktur Pajak.
2)
Dalam hal pembayaran
atau Harga Jual atau Penggantian yang dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan
Pasal 16A Undang-undang PPN mempergunakan mata uang asing, maka besarnya
Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan
mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat
dilakukan pembayaran oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
|
Ø
Bendaharawan Pemerintah
sebagai PKP, apabila telah menyetor PPN atas Faktur Pajak PKP Rekanan, maka
merupakan bukti Pajak Masukan. Sepanjang memenuhi Pasal 9 ayat 8 UU PPN, Pajak
Masukan tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak
terjadinya pembayaran.
Ø
SSP dibuat atas nama,
alamat, dan NPWP PKP Rekanan, sedangkan yang menandatangani adalah Pemungut PPN
sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan rangkap lima, lembar-lembar SSP tersebut
diperuntukkan sbb :
*
Lembar ke-1 = Arsip PKP Rekanan Pemerintah.
*
Lembar ke-2 = Untuk KPP melalui KPKN.
*
Lembar ke-3 = Untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan dalam SPt Masa
PPN.
*
Lembar ke-4 = Untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
*
Lembar ke-5 = Untuk pertinggal Pemungut PPN (Bendaharawan
Pemerintah).
Ø
Pada setiap lembar Faktur
Pajak setelah PPN disetor oleh Bendaharawan Pemerintah wajib dibubuhi cap "Disetor
tanggal .............................." dan ditandatangani oleh
Bendaharawan Pemerintah.
Ø
Faktur pajak dan SSP yang
PPN dan atau PPnBM-nya telah disetorkan kepada Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor
Pos dan Giro merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM. (Lampiran
I huruf G angka 1 Kep-DJP No.382/PJ./2002.
Tata Cara Pelaporan
X
PPN yang telah dipungut dan disetor, wajib
dilaporkan Bendaharawan Pemerintah ke KPP tempat Bendaharawan Pemerintah
terdaftar dengan menggunakan "SPT Masa Bagi Pemungut PPN" (Formulir
PUT-1107) yang dibuat dalam rangkap 3, paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran
tagihan, yang masing-masing diperuntukkan sbb :
*
Lembar ke-1, dilampiri
Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.
*
Lembar ke-2, untuk KPKN.
*
Lembar ke-3, untuk Arsip bendaharawan
pemerintah.
X
Selain menyampaikan laporan Formulir PUT-1107,
Bendaharawan Pemerintah wajib membuat daftar rekanan sebagaimana dimaksud dalam
surat Menteri Keuangan Nomor S-331/KMK.04/1999 tentang Pengawasan Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan oleh Bendaharawan Pemerintah dan BUMN / BUMD.
X
Pemungut PPN termasuk dalam pengertian WP dan
Penanggung Pajak, maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP)
dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila Pemungut PPN tidak melakukan
kewajibannya sesuai ketentuan berlaku. (SE-43/PJ.51/2002)
X
Sejak 1 Januari 2007 menjadi sbb :
SPT terdiri dari :
ü Induk
SPT ‑ Formulir 1107 PUT (F.1.2.32.02);
ü Lampiran
1 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Bendaharawan Pemerintah ‑ Formulir
1107 PUT 1 (D.1.2.32.03);
ü Lampiran
2 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Selain Bendaharawan Pemerintah ‑
Formulir 1107 PUT 2 (D.1.2.32.04).
SPT 1107
PUT wajib diisi oleh setiap Pemungut PPN kecuali Penerbit SPM.
Penerbit SPM yaitu Pejabat yg
diberi kewenangan utk melakukan tindakan yg mengakibatkan pengeluaran anggaran, menguji tagihan kpd
negara & menandatangani SPM yg ditunjuk oleh Pengguna Anggaran (PA) atau
Kuasa Pengguna Anggaran.
2.
KPPN
(Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) sebagai Pemungut PPN dan atau PPnBM.
Berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.04/2000 Jo. KMK No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran
I Kep-DJP No.382/PJ./2002.
ü
PPN dan PPNBM yang
terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh PKP Rekanan Pemerintah yang
pembayarannya melalui KPKN, dipungut oleh KPKN.
ü Pemungutan
tersebut dilakukan saat pembayaran, dengan cara pemotongan secara langsung dari
tagihan rekanan pemerintah pada saat Surat Perintah Membayar (SPM) yang
bersangkutan.
ü Ketentuan
penghitungan, pemungutan, penyetoran dan pelaporan sama seperti transaksi ke
Bendaharawan Pemerintah.
Sesuai Pasal 7 KMK No.563/KMK.03/2003, Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara / KPPN (saat ini) wajib menolak permintaan
Pembayaran berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah dalam hal ketentuan
dibawah ini tidak dipenuhi :
a.
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan
pembayaran atas penyerahan Barangg Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah
atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang terutang.
b.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah dilakukan pada saat pembayaran dengan cara
pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah.
c.
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya
pembayaran tagihan.
d.
Dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur,
maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
e.
Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut dan
disetor ke Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
setempat, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan
pembayaran tagihan.
f.
Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan menggunakan
Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib rnenyampaikan
daftar Bendaharawan Pemerintah yang berada dalam wilayah kerjanya beserta
daftar perubahannya setiap 3 (tiga) bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak yang
ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
Mekanisme pemungutan dan penyetoran
ü Penyetoran
PPN dan PPnBM yang terutang, dilakukan pada saat pembayaran KPPN oleh KPPN
kepada PKP Rekanan.
ü KPPN
tidak wajib menggunakan Pelaporan SPT Masa PUT 1101
Tata Cara Pemungutan dan
Penyetoran
Ø PKP Rekanan pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada
saat menyampaikan tagihan kepada KPPN baik untuk sebagian maupun seluruh
pembayaran. Jika terutang PPnBM maka cantumkan PPnBM yang terutang
pada Faktur Pajak.
Ø SSP diisi atas nama NPWP Rekanan Pemerintah, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh KPPN
sebagai penyetor atas nama PKP rekanan.
Ø Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 :
Lembar ke-1 = Untuk KPPN
Lembar ke-2 = Arsip PKP Rekanan Pemerintah
Lembar ke-3 = Untuk KPP melalui KPPN
Ø SSP dibuat dalam rangkap Empat, setelah PPN dan atau
PPnBM disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut
diperuntukkan sbb :
Lembar ke-1= Arsip PKP
Rekanan Pemerintah.
Lembar ke-2= Untuk KPP
melalui KPPN.
Lembar ke-3= Untuk PKP
Rekanan Pemerintah dilampirkan dalam SPT Masa PPN.
Lembar ke-4= Untuk
Pertinggal Pemungut PPN.
Ø Pada setiap lembar Faktur Pajak setelah PPN disetor oleh
KPPN dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
Ø SSP Lembar ke-1 dan lembar ke-2 dibubuhi cap "TELAH
DIBUKUKAN" oleh KPPN.
Tata Cara Pelaporan
X
KPPN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3
Faktur Pajak yang telah dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis SPM kepada KPP
dengan Surat Pengantar.
X
Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang
disampaikan pada hari itu maka surat pengantar tetap dibuat dengan catatan
"Faktur Pajak Nihil".
X
KPPN wajib melakukan pengawasan dan
menyampaikan daftar Bendaharawan Pemerintah dan perubahannya yang berada dalam
wilayah kerjanya kepada KPP setempat triwulan.
X
KPPN wajib menolak permintaan pembayaran berikutnya yang
diajukan Bendaharawan Pemerintah apabila berdasarkan hasil pengawasan tersebut
diatas Bendaharawan Pemerintah tidak melakukan pemungutan, penyetoran dan
pelaporan PPN dan PPnBM yang merupakan kewajibannya.
Bagi PKP
Rekanan, apabila Pemungut PPN adalah KPPN, maka penyerahan tersebut dilaporkan
dalam masa pajak sesuai bulan yang tercantum dalam “Cash Register” KPKN.
Pemungut
PPN termasuk dalam pengertian WP dan Penanggung Pajak, maka kepadanya dapat
diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP). apabila
Pemungut PPN tidak melakukan kewajibannya sesuai ketentuan berlaku.
(SE-43/PJ.51/2002)
3.
Kontraktor Kontrak Kerja
Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi sebagai Pemungut PPN
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai, ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja
Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Memungut,
Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
Dan Pelaporannya.
Peraturan Menteri Keuangan ini mencabut dan menggantikan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah:
a.
kontraktor kontrak kerja
sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
b.
kontraktor atau pemegang
kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, yang meliputi kantor
pusat, cabang, maupun unitnya.
ditunjuk selaku Pemungut PPN.
Pajak yang terutang tidak
perlu dipungut oleh Pemungut PPN dalam
hal :
a.
pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b.
pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c.
pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak
dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d.
pembayaran atas rekening telepon;
e.
pembayaran atas jasa angkutan udara yang
diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/ atau
f.
pembayaran lainnya untuk penyerahan barang
dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan
tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Adapun Kewajiban pemungutan, penyetoran, dan
pelaporan pajak dapat diklarifikasi sebagai berikut ini :
Pemungutan dan penyetoran
PKP Rekanan ialah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin.
Pemungutan
pajak dilakukan oleh oleh Pemungut PPN paling lama pada saat :
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal
penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Pajak
yang dipungut :
a. atas
penyerahan BKP atau penyerahan JKP sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak
berupa Harga Jual atau Penggantian;
b. atas
penyerahan BKP yang tergolong Mewah sebesar tarif PPnBM yang berlaku dengan
Dasar Pengenaan Pajak
Pajak
yang dipungut oleh pemungut PPN wajib disetor menggunakan SSP dan dilaporkan ke
Kantor Pelayanan Pajak yang terkait.
Tata
Cara pemungutan dan penyetoran secara garis besar :
1) Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas
setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin.
2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1
dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
3) SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi
dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP
dilakukan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor
atas nama Rekanan.
4) Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN
juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang
terutang pada Faktur Pajak.
5) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dibuat dalam rangkap 3 (tiga):
·
lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin;
·
lembar kedua untuk Rekanan; dan
·
lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
6) SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat
dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:
·
lembar kesatu untuk Rekanan;
·
lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi
atau Kantor Pos;
·
lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan
pada SPT Masa PPN;
·
lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor
Pos; dan
·
lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7) Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
yang melakukan pemungutan wajib membubuhkan cap "Disetor Tanggal
......" dan menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud
dalam angka 5.
8) Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan
dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib
menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
Tata cara pelaporan
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama pada
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar dengan menggunakan formulir
"Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN" paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dilampiri Faktur Pajak lembar
ke-3 dan SSP lembar ke-5.
Perbedaan mendasar antara ketentuan lama (PMK Nomor
11/PMK.03/2005) dengan ketentuan baru (PMK Nomor 73/PMK.03/2010)
Perbedaan
|
KETENTUAN
LAMA
|
KETENTUAN
BARU
|
Policy
Statement
|
untuk
melaksanakan ketentuan Pasal
1
angka 27 dan 16A ayat (2) UU
PPN
|
untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2) UU PPN
|
Definisi
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
|
Kontraktor
adalah Kontraktor yang terikat dalam
kontrak
perjanjian kerja sama dengan Pemerintah
Republik
Indonesia di bidang pengusahaan
pertambangan
minyak dan gas bumi.
|
Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
adalah:
•
Kontraktor Kontrak Kerja Sama pengusahaan
pertambangan
minyak dan gas bumi;dan
•
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
pengusahaan
sumber daya panas bumi,
yang
meliputi kantor pusat, cabang, maupun
unitnya.
|
Definisi
Rekanan
|
Rekanan
adalah Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau
Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor.
|
Rekanan
adalah Pengusaha Kena Pajak yang
melaukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa
Kena Pajak kepada Kontraktor atau
Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin.
|
Penunjukan
Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang
izin
|
-
|
Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang
izin
ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Pertambahan
nilai.
|
Saat
Pembuatan Faktur Pajak
|
Faktur
Pajak Standar wajib dibuat paling lambat:
a.
pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang
Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima
setelah
akhir bulan berikutnya Setelah bulan penyerahan Barang Kena
Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak; atau
b.
pada saat penerimaan pembayaran dalam hal:
3)
penerimaan pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah
bulan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
4)
penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
dan
atau Jasa Kena Pajak; atau
5)
penerimaan pembayaran terjadi pada saat yang sama dengan saat
penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
|
Faktur
Pajak harus dibuat pada saat:
a.
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b.
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa
Kena Pajak; atau
c.
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan.
|
Saat
Pemungutan
|
a.
pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang
Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima
setelah
akhir bulan berikutnya Setelah bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak; atau
b.
pada saat penerimaan pembayaran dalam hal:
3)
penerimaan pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah
bulan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
4)
penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
dan
atau Jasa Kena Pajak; atau
5)
penerimaan pembayaran terjadi pada saat yang sama dengan saat
penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
|
a.
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b.
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa
Kena Pajak; atau
c.
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan.
|
Saat
Penyetoran dan Pelaporan
|
Saat Penyetoran:
paling
lambat pada hari ke-15 (lima belas) bulan
berikutnya
setelah bulan dilakukannya pemungutan
Saat
Pelaporan:
paling
lambat pada hari ke-20 (dua puluh) bulan
berikutnya
setelah bulan dilakukan pemungutan
|
Saat
Penyetoran:
paling
lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah
setelah berakhirnya Masa Pajak.
Saat
Pelaporan:
Paling
lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya
Masa Pajak.
|
4.
BUMN (Badan Usaha Milik
Negara)
Penjunjukkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai
Pemungut PPN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2012 yang
telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan - 136/PMK. 03/2012.
PPN tidak dipungut oleh BUMN dalam hal:
Ø
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
Ø
pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan
mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
Ø
pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan
bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
Ø
pembayaran atas rekening telepon;
Ø
pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan; dan/atau
Ø
pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa
yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai
Pajak Pertambahan Nilai.
Faktur Pajak wajib dibuat
oleh rekanan BUMN pada saat:
ü penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak;
ü penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak; atau
ü penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan.
Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran:
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan pada saat:
a.
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak;
b.
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak; atau
c.
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan.
Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Badan
Usaha Milik Negara terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak.
Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dilampiri
dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak.
Rekanan wajib membuat Faktur
Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN.
Faktur Pajak dibuat sesuai dengan
ketentuan di bidang perpajakan.
SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama Rekanan.
Dalam hal penyerahan BKP selain
terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah
PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
Faktur Pajak dibuat dalam rangkap
3 (tiga) dengan peruntukkan sebagai berikut:
lembar kesatu untuk BUMN;
lembar kedua untuk Rekanan; dan
lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi
Pemungut PPN.
SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima)
dengan peruntukkan sebagai berikut:
lembar kesatu untuk Rekanan;
lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi
Pemungut PPN.
BUMN yang melakukan pemungutan
harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal...." dan menandatanganinya pada Faktur
Pajak.
Faktur Pajak dan SSP merupakan
bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.
5.
Ketentuan Khusus
a.
Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP antar
Pemungut PPN maka yang berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan
PPN dan atau PPn BM yang terutang adalah Pemungut PPN yang melakukan penyerahan
BKP dan atau JKP.
Contoh: Bendaharawan Pemerintah Kota Praya melakukan
penyerahan BKP kepada Bendaharawan Pemerintah Kota Selong. Dalam kasus ini,
yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang adalah Bendaharawan
Pemerintah Kota Praya.
b.
Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP
oleh Badan-badan tertentu kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN,
Bendaharawan Pemerintah atau KPKN diperlakukan sebagai pemungut.
Contoh: KPS Migas menyerahkan BKP kepada
Bendaharawan KPKN Jakarta Barat. Dalam kasus ini, walaupun kedua badan tersebut
sama – sama pemungut PPN, yang melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan
tetap Bendaharawan KPKN Jakarta Barat.
c.
Penyerahan JKP oleh Instansi Pemerintah kepada
Instansi Pemerintah lainnya yang pembayarannya melalui KPKN atau Bendaharawan Pemerintah
tidak dipungut PPN sepanjang;
§
Pembayaran tersebut berasal dari APBN atau
APBD; dan
§
Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP
memasukkan pembayaran yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara
Bukan Pajak dari Instansi Pemerintah tersebut.
d.
Atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh Instansi
Pemerintah yang berkedudukan sebagai PKP kepada Badan-badan tertentu, maka PPN
yang terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Instansi
Pemerintah tersebut.
Contoh: Kebalikan dari Contoh 17, dalam hal ini yang melakukan penyerahan BKP
adalah Bendaharawan KPKN Jakarta Barat (selaku PKP), yang bertindak selaku
Pemungut PPN tetap Bendaharawan KPKN Jakarta Barat.
e.
Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah / KPKN
tidak perlu memungut PPN dan atau PPn BM antara lain atas:
§
Penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan
oleh bukan PKP; atau
§
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau atas Proyek Pemerintah yang dibiayai
dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri.
f.
Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada
Kepala KPP tempat Pemungut terdaftar sebagai Wajib Pajak apabila terjadi
transaksi dengan rekanan yang bukan PKP. Selanjutnya Kepala KPP yang
bersangkutan memproses data tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g.
Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp 1.000.000.00 (satu juta rupiah), sepanjang terutang PPN walaupun tidak
dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan
yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut.
h.
Apabila Pemungut PPN tidak melaksanakan
kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku, maka Kepala KPP dapat menerbitkan
Surat Tagihan Pajak dan atau Surat Ketetapan Pajak dan ditagih sesuai ketentuan
yang berlaku.
kita juga punya nih jurnal mengenai pajak penghasilan nilai, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1440/1/20207075.pdf
BalasHapussemoga bermanfaat yaa :)
ok makasih sharing ilmunya :)
BalasHapusmksi bnyk
BalasHapusSangat bermanfaat, terima kasih
BalasHapusJika rekanan menerbitkan faktur kepada bendahara pada saat menagih yaitu bulan oktober tetapi pencairan termin baru terjadi pada masa desember, apakah pelaporan SPT Masa PPN bagi rekanan untuk faktur tersebut dilaporkan pada masa oktober atau desember?
BalasHapusJadi untuk sekarang yang menjadi pemungut PPN itu siapa saja?
BalasHapusapakah pemda termasuk pemungut ppn?
BalasHapusHalo Ibu Aisnay Numpang Promosi Program Kegiatan Kami :
BalasHapus"BIMTEK ADMINISTRASI KEUANGAN DAN PERENCANAAN BAGI PENGGUNA ANGGARAN PA,PPTK, PPK DAN BENDAHARA"
JADWAL BIMTEK JAKARTA :
Selasa – Rabu, 20 – 21 Oktober 2015
Selasa – Rabu, 3 – 4 November 2015
Selasa – Rabu, 17 – 18 November 2015
Selasa – Rabu, 1 – 2 Desember 2015
Selasa – Rabu, 15 – 16 Desember 2015
JADWAL BIMTEK BANDUNG :
Selasa – Rabu, 27 – 28 Oktober 2015
Selasa – Rabu, 10 – 11 November 2015
Selasa – Rabu, 24 – 25 November 2015
Selasa – Rabu, 8 – 9 Desember 2015
Selasa – Rabu, 22 – 23 Desember 2015
KETERANGAN :
** Khusus Rombongan 15 orang bebas tentukan lokasi bimtek : Bali, Batam, Yogyakarta, Surabaya, Makassar
PERMINTAAN SURAT HUBUNGI:
Telp 021-4306001, 4305959 HP. 0812.9840.1480 / 0812.1853.1904 (PIN BB: 7623F434)
Tema bimtek lainya kunjungi website kami : www.lek2pndiklat.com & www.lek2pn.org
-Terima Kasih atas waktunya sukses selalu-
Kesulitan apa yang dihadapi wajib pajak pajak dalam mekanisme pmenungutan, dan penyetoran SSP?
BalasHapusTolong nerikan jawabannya